Cari di Website Ini

Senin, 12 Desember 2011

Energi Arus Bawah Laut yang Terabaikan di Indonesia
















Professor Thomas J Goreau, di sela-sela Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali, Desember 2007 silam, menjelaskan pada penulis tentang potensi tidal energy (energi arus bawah laut) sebagai sumber energi alternatif yang dahsyat, murah, dan melimpah ruah di Indonesia.

Sebelum bertemu dia, penulis tidak tau sama sekali apa itu energi arus bawah laut. Energi tidal (arus bawah laut) jika dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan energi di Indonesia. Bisa dibayangkan, kita tidak akan lagi mengalami pemadaman listrik bergilir karena kebutuhan energi kita sangat mencukupi dan melimpah. Saking melimpahnya, kita menjadi Negara pertama di Asia dan dunia yang mampu mengeksport energi listrik ke Negara lain. Sayang, Indonesia belum memberikan perhatian serius.

Dengan nilai infrastruktur yang lebih murah, energi tidal dapat mengalahkan kemampuan energi nuklir dalam memenuhi kebutuhan energi negara maritim. Bahkan, dengan nilai pembangunan infrastruktur yang sama, energi tidal, minimal bisa menghasilkan dua kali hingga sepuluh kali lipat energi yang dihasilkan reactor nuklir.





Profesor Thomas J Goreau menegaskan kenyataan yang diabaikan Pemerintah Indonesia itu di Pemuteran, Singaraja, Desember 2007. Dengan nada menggebu, penyandang gelar PhD dalam bidang biokimia dari Harvard University itu mengingatkan, energi tidal merupakan energi termurah dan paling melimpah di Indonesia dan Filipina. Dari semua Negara di dunia, Indonesia dan Filipina memiliki potensi energi tidal terbesar.

"Kedua negara memiliki potensi sangat dahsyat untuk pengembangan energi tidal ini. Sayang sekali perhatian pemerintah dan kalangan swasta masih sangat rendah," tegasThomas yang menjadi peneliti senior di United Nations Centre for Science and Technology for Development itu.






Menurut Thomas, energi tidal terkonsentrasi di negara-negara kepulauan yang memiliki banyak selat dan menjadi lintasan arus bawah air laut yang kuat. Potensi terbesar dari seluruh wila­yah lautan di dunia berada di Indonesiaa dan Filipina.

Sayangnya, teknologi tidal ini belum banyak dilirik pemerintah kedua ne­gara sebagai energi alternatif yang me­njanjikan. "Perhatian terhadap energi tidal ini masih kalah dengan energi solar (sinar matahari) yang masih sangat mahal," katanya.

Thomas menegaskan, energi solar sangat mahal karena sel solar diproduksi terbatas dan permintaan sangat tinggi. Energi solar juga sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari dan hanya bisa diperoleh sepanjang siang.

"Berbeda dengan energi tidal yang terus tersedia siang dan malam. Energi ini tak banyak dipengaruhi oleh cuaca," kata Thomas. Prinsip kerja energi tidal ini sangat sederhana. Baling-baling dipasang di selat atau tempat lintasan arus bawah lautan. Baling-baling akan bergerak karena arus laut dan menggerakkan turbin untuk menghasilkan energi listrik.

Teknologi ini lebih aman dan tidak merusak ekosistem dibandingkan jika membangun pembangkit listrik tenaga air yang harus membuat dam (bendungan) dan menenggelamkan habitat hewan atau permukiman warga.

Sejumlah kawasan di Amazon telah menerapkan pemanfaatan energi tidal ini. Konsep serupa dapat diterapkan di wilayah terpencil di kepulauan Indonesia yang selama ini belum terjangkau energi listrik. "Sayang belum banyak yang tertarik berinvestasi di energi tidal ini. Dengan nilai investasi yang sama, energi yang di hasilkan dapat melampaui dua pembangkit listrik tenaga nuklir," kata Thomas.








Proses pembangunan energi listrik tenaga arus bawah laut itu seharusnya dikembangkan oleh pemerintah melalui kementerian energi. Namun jika pemerintah tidak berminat, maka inisiatifnya dapat berasal dari masyarakat sendiri.

Setelah direnungkan, tentu saja dengan cara berpikir nyeleneh alias out of the box, sumber dana itu bisa berasal dari masyarakat. Coba saja hitung, jumlah rakyat Indonesia ada 230 juta jiwa. Jika satu orang menyumbang Rp25.000 maka 1 juta orang yang menyumbang, akan terkumpul Rp25.000.000.000 atau 25 milyar.

Jika ada 4 juta orang yang menyumbang maka akan terkumpul Rp100 milyar. Itu bisa berkali lipat jika satu orang menyumbang lebih dari Rp25.000. Perlu diingat, uang 25 ribu rupiah biasanya hanya uang pulsa telepon seluler anda yang akan habis dalam waktu kurang dari sepekan. Uang ini bisa menciptakan proyek impian itu menjadi kenyataan dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Jika proyek ini telah memasuki skala industri, perusahaan energi ini dapat mengeksport energi listrik ke Negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, Australia, China, dan India. Swasembada energi pun dapat tercapai dengan sendirinya. :)

1 komentar:

  1. Wah, informasi yang sangat menarik sekali ...
    salam kenal

    BalasHapus