Cari di Website Ini

Selasa, 26 Juli 2011

THE DISASTER MANAGEMENT CYCLE



Disaster manajemen bertujuan mengurangi, atau menghindari, potensi kerugian akibat hazard, menjamin dukungan dan bantuan pada korban bencana, serta melakukan pemulihan secara cepat dan efektif. Manajemen bencana dengan model disaster cycle (siklus bencana) atau disaster continuum menjelaskan proses yang terus menerus di mana pemerintah, bisnis, dan civil society menyusun rencana untuk mengurangi dampak bencana, bereaksi saat dan setelah bencana, serta mengambil berbagai langkah untuk pemulihan setelah bencana terjadi.

Disaster cycle terdiri atas siklus sebagai berikut:
1. Disaster
2. Emergency response
3. Rehabilitation
4. Reconstruction
5. Disaster prevention
6. Disaster mitigation
7. Disaster preparedness
8. warning
Berbagai langkah yang ditempuh dalam model cycle menuju pada persiapan yang lebih baik, peringatan lebih dini, mengurangi kerentanan atau mencegah bencana selama proses selanjutnya dalam cycle itu. Siklus manajemen bencana sepenuhnya termasuk pembentukan kebijakan public dan rencana memodifikasi penyebab bencana atau mitigasi efek bencana itu terhadap manusia, property, dan infrastruktur. Fase mitigasi dan preparedness (persiapan) terjadi saat perbaikan manajemen bencana dibuat sebagai antisipasi proses siklus berikutnya. Pertimbangan memainkan peran penting dalam mitigasi dan persiapan masyarakat untuk secara efektif menghadapi bencana. Saat bencana terjadi, actor-aktor manajemen bencana, khususnya berbagai organisasi kemanusiaan, terlibat dalam respon segera dan fase pemulihan jangka panjang. Empat fase disaster management menunjukkan bahwa siklus itu tidak selalu, atau terjadi dalam ruang tertutup atau dalam proses yang linier. Seringkali fase-fase siklus tersebut saling mendahului atau overlap. Selain itu, luasan fase itu sangat tergantung pada tingkat parahnya bencana.
Secara lebih singkat dapat dijelaskan bahwa mitigation diarahkan untuk meminimalisir dampak bencana, misalnya, menetapkan standar bangunan dan zona bencana, analisis kerentanan, dan pendidikan public. Sedangkan preparedness untuk merencanakan bagaimana cara merespon, misalnya kesiapan rencana, pelatihan keadaan darurat, system peringatan. Respon merupakan upaya meminimalisir hazard yang diciptakan oleh bencana, misalnya search dan rescue, emergency relief. Sedangkan recovery, mengembalikan masyarakat ke kondisi normal, misalnya perumahan sementara, pelayanan kesehatan dan medis.
Sustainable development dapat dijelaskan bahwa tujuan utama manajemen bencana yang terkait dengan pembangunan ialah mempromosikan penghidupan berkelanjutan, perlindungan dan pemulihan selama bencana dan keadaan darurat. Saat tujuan ini tercapai, pulibk memiliki kapasitas lebih luas untuk menghadapi bencana dan pemulihan mereka akan lebih cepat dan jangka panjang. Dalam pembangunan yang berorientasi pada pendekatan manajemen bencana, tujuannya ialah mengurangi hazard, mencegah bencana, dan persiapan untuk kondisi darurat.
Sedangkan aktivitas mitigasi berupaya mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan kejadian bencana, atau mengudangi dampak bencana yang dapat dihindari. Langkah mitigasi termasuk menetapkan standar bangunan, memperbarui analisis kerencana, manajemen lahan berdasarkan zona kerawanan bencana, menciptakan regulasi dan standar keamanan, langkah preventif di bidang kesehatan, dan pendidikan public.
Tujuan program preparedness ialah mencapai level kesiapan untuk merespon setiap situasi darurat melalui program-program yang menguatkan kapasitas teknis dan manajerial pemerintah, organisasi, dan komunitas. Langkah ini dapat digambarkan seperti kesiapan logistic untuk menghadapi bencana dan dapat didorong dengan memiliki mekanisme respond dan prosedur, latiha, pengembangkan strategi jangka pendek dan jangka panjang, pendidikan public, dan membangun system peringatan dini. Tujuan respon darurat ialah menyediakan bantuan segera untuk menyelamatkan nyawa, memperbaiki kesehatan dan mendukung moral populasi yang terkena dampak bencana. Focus tahap respon ialah memenuhi kebutuhan dasar korban hingga solusi yang lebih permanen dan berkelanjutan dapat ditemukan. Organisasi kemanusiaan seringkali hadir dalam fase siklus manajemen manajemen bencana.
Kelebihan:
1. model ini memberi setiap pihak untuk dapat menyiapkan diri untuk menghadapi tahap-tahap selanjutnya.
2. Model ini cocok untuk tipe pengambilan kebijakan secara sentralistis.
Kelemahan:
1. Model ini dibuat terlalu linier dan berurutan, padahal pada prakteknya, beberapa bagian dilaksanakan secara overlap atau tumpang tindah.
2. Karena ada urutan tersebut, proses penanganan bencana kadang berjalan lambat karena harus mengikuti siklus yang ada.



MODEL CONTRACT EXPAND
Dalam model ini manajemen bencana dilihat sebagai proses berkelanjutan. Selain itu juga terjadi serangkaian aktivitas yang bergerak parallel daripada satu proses yang bergerak berurutan. Dalam proses ini jika digambarkan seperti bentuk berlapis dengan tingkat ketebalan bervariasi. Beberapa bagian yang ada di dalamnya ialah:
1. pencegahan dan mitigasi
2. persiapan
3. relief dan respon
4. recovery dan rehabilitasi
Setiap proses dalam model ini dilaksanakan secara bersamaan, tapi dengan proporsi yang berbeda. Berbagai tindakan dilaksanakan secara berdampingan, melebar atau menipis sesuai kebutuhan dan permintaan. Sebagai contoh, segera setelah bencana, relief dan respon akan diperbesar. Tapi seiring waktu, aktivitas ini akan berkurang sedangkan recovery dan rehabilitasi akan diperbesar. Besarnya aktivitas oleh setiap proses itu sangat bervariatif, tergantung pada kaitannya antara hazard dan kerentanan masyarakat terhadap resiko tersebut.
Kelebihan:
1. Model ini dalam prakteknya sering sesuai dengan kenyataaan dalam aktivitas penanganan bencana.
2. Model ini sangat cocok jika terjadi pembagian tugas secara rinci pada actor-aktor yang berbeda di lokasi bencana.
Kelemahan:
1. Model ini mengharuskan semua pihak memikirkan semua tahap yang harus dilakukan, sehingga beban tampak lebih berat.
2. Model ini sulit dilakukan jika tidak ada koordinasi yang bagus antar setiap actor di wilayah bencana karena bisa jadi setiap pihak melakukan setiap tahap.

MODEL PRESSURE AND RELEASE
Model ini untuk memahami dan menjelaskan penyebab bencana serta mengadopsi perspektif sebab-akibat. Ini merupakan model pressure (tekanan). Kerentanan (tekanan) dilihat sebagai akar dalam proses politik dan sosio-ekonomi. Ini ditujukan untuk (dilepaskan) bagi pengurangan resiko bencana. Model ini mengungkap perkembangan kerentanan. Model ini dimulai dengan menekankan penyebab dalam masyarakat yang mencegah kepuasan permintaan public.
Pertambahan populasi mengakibatkan bertambahkan kebutuhan lahan dan perumahan. Harga tanah dan perumahan pun meningkat drastic. Warga berpendapatan rendah mungkin tidak dapat memperolehnya. Migrasi desa-kota menamah tekanan yang ada. Terjadi pula perluasan wilayah perkotaan hingga muncul kota-kota satelit di sekitar kota metropolitan. Selain itu, warga berpendapatan rendah mungkin menempati lahan yang tidak terlalu jadi rebutan, karena mungkin rawan bencana. Mereka mungkin tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk mendapatkan wilayah yang aman bencana dan standar bangunan yang tahan bencana. Mereka mungkin juga tidak memiliki kondisi sanitasi, suplai air, dan perlengkapan hidup lain yang baik.
Sementara itu, pertumbuhan dan perubahan masyarakat yang dinamis menambah lebih banyak tekanan dalam sumber daya yang terbatas. Masyarakat mungkin menunjukkan tingkat baca yang rendah, kurang kesadaran potensi bencana, kurangnya perawatan kesehatan, malnutrisi, kurangnya pelatihan untuk mata pencarian yang layak, dan perumahan di daerah rawan bencana. Ada sejumlah kondisi yang tidak aman di mana terjadi peningkatan kerentanan dalam masyarakat tersebut. Mereka mungkin tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi bencana. Saat bencana terjadi pada komunitas ini, dampak dan kerugian yang mereka hadapi akan semakin besar. Kapasitas mereka untuk memulihkan diri pun sangat minimal.
Kelebihan:
1. Model ini cocok untuk memahami tipe-tipe bencana yang terjadi dalam kaitannya dengan perpindahan atau migrasi penduduk, atau mengamati hubungan desa-kota.
2. Model ini cukup komprehensif untuk menjelaskan bahwa bencana terjadi dalam ruang lingkup kondisi social, ekonomi, dan politik.
3. Model ini dapat memberi penjelasan pada semua pihak, terutama pemerintah, yang terlibat dalam mitigasi untuk membuat regulasi yang mengatur masyarakat di daerah rawan bencana.
Kelemahan:
1. Model ini terlalu menitikberatkan pada factor sosio-ekonomi dan politik dalam masalah bencana, tapi tidak focus mengkaji ancaman bencana yang sebenarnya.
2. Karena terlalu banyak factor yang dipertimbangkan, kadangkala pelaksanaannya jadi tidak jelas menjadi bagian pihak mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar