Cari di Website Ini

Selasa, 24 Juli 2012

Hidrologi DAS Ciliwung dan Perannya Terhadap Banjir Jakarta


Hidrologi DAS Ciliwung menurut toposekuennya dibagi ke dalam tiga bagian: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa, Ratujaya, dan Pintu Air Manggarai. Karakteristik hidrologi DAS Ciliwung di ketiga bagian DAS ini dicirikan tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek dan Bopunjur dalam tiga dasarwarsa terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS yang secara nyata telah meningkatkan frekwensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.

Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Dari analisis frekwensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun Katulampa (1972 – 1997) menghasilkan nilai curah hujan maksium harian untuk periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10 tahunan sebesar 189 mm; 25 tahunan sebesar 220 mm; 50 tahunan sebear 243 mm; dan 100-tahunan sebesar 266 mm. Nisbah limpasan bervariasi antara 10% sampai 100 % sedang waktu pemusatan sampai Manggarai antara 1,6 jam sampai 15,5 jam.

Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara 1981 dan 1999 menggunakan model hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68 persen dan untuk Ciliwung Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk Cliwung Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 persen. Perubahan ini juga diikuti oleh terjadinya perubahan andil debit dan volume banjir di daerah hilir DAS. Dengan model HEC-1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat mengendalikan debit dan volume banjir di daerah hilir sampai tingkat yag diinginkan.

Kata kunci: hidrologi DAS Ciliwung, hujan maksimum, banjir, perubahan penggunaan lahan, andil banjir.

PENDAHULUAN

Perkembangan pengunaan lahan di daerah aliran sungai-sungai yang mengalir ke DKI Jakarta, khususnya kawasan Jabotabek dan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah memberi dampak berupa peningkatan frekwensi, debit dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah permukiman dan jalan-jalan di Jakarta, yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian material dan non material. 

Kejadian banjir menjelang akhir Januari sampai awal Pebruari 2002 yang baru lalu menunjukkan tingkat ganguan yang sulit diterima (intolerable) yang memerlukan tindakan koreksi untuk menghindari terjadinya kejadian serupa. 

Pertanyaannya adalah: apakah bentuk tindakan koreksi yang diperlukan? Dan apakah hal ini mungkin dilakukan dalam waktu dekat ini? Untuk itu kajian hidrologi DAS Ciliwung akan disajikan untuk memberikan gambaran mengenai fungsi hidrologi, khususunya yang menyangkut sifat hujan wilayah dan hubungan hujan-limpasan yang dinyatakan dengan koefisien limpasan dan waktu konsentrasi, serta faktor-faktor yang berperan, seperti kondisi penggunaan lahan dan perubahannya. 

Untuk mengetahui kontribusi DAS Ciliwung terhadap banjir di DKI Jakarta akan disajikan hasil kajian dengan model hidrolgi HEC-1 yang menduga dampak perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi dalam dua dasawarsa terakhir, dan tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan untuk menekan perubahan fungsi hidrologi yang tidak diingnkan.

HIDROLOGI DAS CILIWUNG

Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai utama yang bermuara ke Teluk Jakarta dengan total luas daerah aliran seluas 347 km2 dan panjang sungai utama 117 km. Estimasi debit banjir 2-tahunan menurut NEDECO-PBJR (1973) adalah 100 m3/s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200m3/s, dan nampaknya nilai estimasi ini telah berubah sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. 

Di sebelah barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di timur dibatasi oleh DAS Citarum. Secara hidrologi DAS Ciliwung dapat dibagi menurut zonanasi toposekuennya, yaitu: bagian hulu yang merupakan pegunungan antara 300 m sampai 3000 m; bagian tengah yang merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi ketinggian antara 100 m sampai 3000 m; dan bagian hilir, merupakan dataran rendah dengan topografi landai antara 0 m sampai 100 m.

DAS Ciliwung Hulu dengan luas 146 km2 terdiri dari 10 anak sungai, yang dalam kajian ini dibagi ke dalam 7 sub-DAS berikut: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian tengah Ciliwung seluas 94 km2 memiliki dua anak sungai: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara ke sungai Ciliwung. Dan bagian hilir seluas 82 km2 dibatasi sampai stasiun pengamatan Kebon Baru / Manggarai pada elevasi PP+8 m. Bagian lebih hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal Barat sebagai penangkal banjir berupa saluran kolektor. Perlu dicatat bahwa pembagian demikian tidak memiliki batas yang tegas.

Ciliwung hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kelerengan yang tinggi, dengan kelerengan 2-15% seluas 70,5 km2 dan 15-45% seluas 52,9 km2, dan sisanya di atas 45%. Pengamatan debit harian di Katulampa menunjukan debit bulan maksimum pada bulan November. Bagian Tengah Ciliwung didominasi oleh kelerengan 2-15%, sedang bagian hilir didominasi oleh kelerengan 0 – 2% dengan arus sungai yang tenang. Keadaan airbumi tidak dapat dibatasi mengikuti batas DAS, terutama untuk bagian tengah dan hilir. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata-mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan.

Bagian  hulu dan tengah menurut peta topografi yang dinyatakan oleh stasiun hidrometri Katulampa dan Ratujaya – Depok ditunjukan oleh Gambar 1 berikut:

Hujan Wilayah DAS: Curah hujan merupakan salah satu unsur dari daur hidrologi yang mempunyai peran penting dan paling sulit diprediksi, karena keterkaitan dan tingkat variabilitinya menurut ruang dan waktu. Keterbatasan lainya adalah kesulitan untuk dapat mengukur jumlah curah hujan dengan cukup teliti untuk kebanyakan kajian hidrologi dan klimatologi, yang menghasilkan pengetahuan kita terhadap curah hujan di suatu wilayah menjadi sangat terbatas, walau didapatkan data yang tercatat untuk sejumlah stasiun pengamatan sekalipun. 

Untuk mengatasi keterbatasan pengetahuan tersebut, berbagai upaya perlu dlakukan untuk dapat memahami karakteristik hujan di suatu wilayah terbatas, seperti yang dilakukan French dkk (1992) maupun Srikanthan dan McMahon (1985). Walau demikian, upaya ini tetap harus mengandal pada ketersediaan data pengamatan setempat, dimana dalam kajian ini akan dilakukan untuk daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, khususnya Ciliwung Hulu. Lebih spesifik lagi dalam kajian ini ingin diketahui karakteristrik curah hujan deras yang dapat menghasilkan hujan-hujan ekstrem karena perannya yang sangat menonjol dalam kajian hidrologi banjir maupun bagi kesejahteraan hidup masyarakat umumnya.

Cutrah hujan sebagai data dasar dalam analisis hidrologi dan klimatologi sering masih menjadi pembatas dalam upaya prediksi proses-proses hidrologi , khususnya dalam hubungan hujan-limpasan untuk suatu sistem daerah aliran sungai. Hal ini misalnya dapat dilihat mulai dari dominasi jumlah curah hujan dari hujan-hujan deras yang terbatas jumlah kejadiannya terhadap total hujan tahunan. Peran curah hujan deras inipun dapat diamati dari karakteristik hidrologi DAS yang dinyatakan oleh hubungan hujan-limpasan dalam suatu kawasan DAS, sebagaimana akan ditunjukan untuk DAS Ciliwung sebagai bahan bahasan terkait. Diharapkan bahwa tulisan ini dapat menjadi awal dari suatu kajian yang lebih mendalam mengenai karakteristik hidrologi DAS Ciliwung yang diperlukan sebagai landasan bagi pengelolaan DAS yang rasional.

Analisis frekwensi curah hujan deras. 

Dari analisis curah hujan deras didapatkan bahwa untuk daerah hilir Cliwung terjadi dengan rerata 5 kejadian hujan deras pada bulan Januari dan hanya 0,2 kejadian pada bulan Juli. Rerata intensitas hujan deras bervariasi antara 8 mm/jam sampai 20 mm/jam dengan lama kejadian 3 sampai 5 jam. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Sifat hujan deras ini dapat dianggap sama untuk wilayah hulu, tengah maupun hilir DAS Ciliwung. 

Dan hasil analisis frekwensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun Katulampa (1972-1997) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian untuk periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm; 25-tahunan sebesar 220 mm; 50 tahunan sebesar 243 mm; dan 100-tahunan sebesar 266 mm. Sedangkan statistik intensitas hujan maksimum pada jangka waktu singkat sampai 24 jam untuk stasiun #27 (JKakarta Obs, 1971-1987) adalah sebagai berikut:

ht1

Infiltrasi dan Erosi: Berdasarkan pengukuran lapang infiltrasi di DAS Ciliwung Hulu dan prediksi infiltrasi DAS diperoleh dugaan infiltrasi kumulatif tahunan sebesar 70 sampai 74 persen dari total curah hujan.  Prediksi erosi di Ciliwung Hulu didapatkan masih lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan (sebesar antara 20 – 43 ton/ha/tahun) yang terutama terjadi pada lahan tegalan, semak, dan perkebunan, yang meliputi lebih dari 50 persen dari luas Ciliwung Hulu.

Limpasan Permukaan dan Nisbah Limpasan : Limpasan permukaan dari DAS Ciliwung menunjukan nisbah yang berlebihan sebagaimana diperoleh untuk nilai bulanan, harian, maupun jam dengan variasi antara 10 sampai 100 persen. Diperkirakan andil dari airbumi perlu diperhitungkan dengan mempertimbangkan batas aquifer yang kemungkinan tidak sama dengan batas DAS. Hasil perhitungan nisbah limpasan untuk sejumlah periode banjir untuik statsiun Katulampa seperti diberikan pada Tabel 2 berikut.

ht2

Satu episode banjir dicirikan berlangsung selama 10 sampai 20 hari, dan dapat terjadi antara Agustus sampai April dengan mode pada Januari – Februari. Nisbah banjir antara 16% sampai 51%. Untuk bagian tengah dan hilir dapat diharapkan bahwa nisbah banjir ini akan lebih tinggi dari bagian hulu karena terjadinya penurunan kapaitas infiltrasi di bagian tengah dan hilir DAS.

Perhitungan waktu pemusatan juga menunjukan variasi yang besar yaitu antara: 0,4 sampai 3 jam untuk Ciliwung Hulu, 0,9 sampai 7,1 jam untuk Ciliwung Tengah; dan 1,6 sampai 15,5 jam untuk Ciliwung Hilir. Perbedaan ini dihasilkan dari penggunaan 4 rumus yang berbeda, dan tentunya memerlukan pengujian empirik untuk menentukan yang paling tepat. Waktu pemusatan 10 jam dinilai wajar untuk pintu air Manggarai.

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BANJIR CILIWUNG

Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung masih didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan, yaitu 61% dari luas DAS Ciliwung Hulu dan 73% dari luas DAS Ciliwung Tengah. Kawasan hutan didapatkan di DAS Ciliwung hulu seluas 5.310 ha, sebagaimana secara lengkap diberikan pada Tabel 3 berikut untuk kondisi tahun 1981 dan 1991 (Singgih, 2000).

ht31

Perbedaan total luas antara dua tahun pengamatan tersebut dikarenakan pengukuran luas diperoleh dari dua peta yang berbeda, yang masing-masing diperoleh sebagai hasil interpretasi citra landsat tahun-tahun bersangkutan. Perubahan penggunaan lahan dari kondisi dua tahun pengamatan itu menunjukkan penurunan luas hutan di Ciliwung Hulu seluas 2 ha, perkebunan seluas 35 ha, sawah total seluas 62 ha, dan lahan tegalan / ladang seluas 152 ha. 

Penurunn penggunaan lahan serupa didapati juga pada kawasan tengah. Peningkatan yang mencolok terjadi pada luas kawasan permukiman, baik di Ciliwung Hulu maupun Tengah, masing-masing meningkat dari 255 ha menjadi 506 ha untuk Ciliwung Hulu dan dari 1147 ha menjadi 1961 ha untuk Ciliwung Tengah, atau peningkatan masing-masing sebesar 98% dan 71%, yang diperoleh terutama dari penguarangan luas sawah dan tegalan, baik di kawasan hulu maupun tengah.

Perubahan pola penggunaan lahan ini memberi dampak pada pengurangan kapasitas resapan, terutama dilihat dari proporsi perubahan luasan permukiman ini terjadi di Ciliwung Tengah, sehingga akan meningkatkan laju limpasan permukaan yang menghasilkan banjir di kawasan hilir Ciliwung, sampai ke jakarta. Dampak perubahan ini terhadap hidrologi banjir antara kawasan hulu dan tengah DAS Ciliwung akan disajikan pada bagian berikut dari suatu kajian menggunaakan model hidrologi HEC-1.

ANDIL DAERAH HULU DAN TENGAH DAS CILIWUNG TERHADAP DEBIT DAN VOLUME BANJIR

Untuk mengkaji andil daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung terhadap debit dan volume banjir daerah hilir telah digunakan model hidrologi HEC-1 sebagai alat untuk menduga berbagai parameter hidrograf banjir, dengan menggunakan data pengamatan untuk kondisi DAS Ciliwung tahun 1981 dan 1999, sesuai dengan ketersediaan informasi penggunaan lahan yang ada.

DAS Ciliwung Hulu telah dibagi ke dalam tujuh subDAS, yang masing-masing dicirikan oleh paramaeter masukan model yang meliputi: intensitas hujan 30-menitan, bilangan kurva sebagai fungsi dari penggunaan lahan dan jenis tanah, luas SubDAS, kelerengan lahan, panjang lereng, dan karakteristik sungai yang meliputi: lebar sungai, kelerengan sungai, kekasaran Manning. Keseluruhan parameter itu juga diperoleh untuk dua SubDAS di Ciliwung Tengah. Pengujian model terhadap data masukan ini dilakukan untuk tujuh kejadian hujan deras (>20 mm / kejadian) tahun 1999 dengan hasil pada Tabel 4 berikut:

ht4

Hasil ini menunjukan tingkat akurasi prediksi model yang dapat diterima, sehingga model dengan parameter terkalibrasi kemudian digunakan untukmenstimulasi debit dan volume banjir untuk kondisi tahun 1981 dan 1999, termasuk kemudian digunakan utnuk menentukan pola penggunaan lahan, yang dapat menekan dampak perubahan lahan terhadap peningkatan debit dan volume banjir.

Hasil stimulasi model HEC-1 untuk kondisi penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu dan Tengah tahun 1981 dan 1999 diberikan pada Tabel 5 berikut:

ht5

Perubahan respon hidrologi DAS yang dinyatakan oleh debit dan volume banjir untuk berbagai subDAS di Ciliwung ini menunjukan peningkatan debit antara 1,6%  sampai 158% untuk subDAS-subDAS di Ciliwung Hulu, dan total untuk Ciliwung Hulu dengan peningkatan debit dari kondisi 1981 ke 1999 sebesar 67% dan untuk Ciliwung Tengah debit banjir meningkat sebesar antara 18 % sampai 31 %, dengan gabungan sebesar 24 %. Sedang untuk volume banjir, peningkatan di Ciliwung Hulu sebesar 59 % dan di Ciliwung Tengah sebesar 17 %.

Sedang untuk menghitung andil yang diberikan oleh kedua bagian DAS Ciliwung ini, volume aliran terhadap banjir di daerah hilir, hasil simulasi dengan HEC-1 untuk kondisi tahun 1981 menunjukan bahwa 43% diberikan oleh Ciliwung Hulu dan 57 % dari Ciliwung Tengah, sedang pada tahun 1999  keduanya sudah berubah menjadi 51 % dari Ciliwung Hulu dan 49% dari Ciliwung Tengah.

Simulasi pengelolaan lahan DAS dalam bentuk tindakan rehabilitasi dan konservasi tanah dan air yang dilakukan menggunakan model HEC-1 dengan memodifikasi nilai parameter model  menurut skenario yang dipilih secara nyata dapat menurunkan debit dan volume banjir sampai batas yang diinginkan.

Tiga skenario yang dipilih, dibandingkan kondisi 1999, adalah: (1) penerapan teknik konservasi tanah dan air terbatas di Ciliwung Hulu saja; (2) sama seperti (1) ditambah tindakan yang sama untuk kawasan tengah; dan (3) sama dengan (2) ditambah dengan tindakan penghutanan kembali lahan kebun campuran.
Hasil skenario (1) menunjukan penurunan 34 % debit puncak di Katulampa dan 25 % volume banjir di Ratujaya. Andil Ciliwung Hulu terhadap  debit di Ratujaya adalah 34 % dan sisanya dari bagian tengah sendiri, dengan peran dominan dari subDAS Ciesek dan Cibogor. Hasil skenario (2) menunjukan peningkatan penurunan volume banjir di Ciliwung-Hulu-Tengah dari 25 % (skenario 1) menjadi 43 %.

 Andil kawasan tengah sendiri turun 37 % untuk volume banjir dan penurunan 45 % debit banjir. Dan skenario (3) memberikan penurunan debit dan volume banji lebih lanjut untuk Ciliwung Hulu dan Tengah, masing-masing sebesar 53 % dan 65 % untuk Ciliwung Hulu dan 53 % dan 39 % untuk Ciliwung Tengah.

KESIMPULAN
  • Karakteristik hidrologi DAS Ciliwung dicirikan tidak hanya  ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek dan Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekwensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.
  • Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya.
  • Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 dan 1999 menggunakan model hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68 persen dan untuk Ciliwung Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk Ciliwung Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 %. Perubahan ini juga telah diikuti oleh terjadinya peningkatan andil daerah hulu terhadap debit dan  volume banjir di daerah hilir DAS.
  • Dengan model HEC-1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat mengendalikan debit dan volume banjir di daerah hilir sampai tingkat yang diinginkan.
KEPUSTAKAAN

Fogel, M.M. and L. Duckstein, 1969. Point rainfall frequencies in convective storms. Water Resour. Res., Vol 5(6): 1229 – 1236.
French, M.N., W.F. Krajewski and R.R. Cuykendall, 1992. Rainfall forecasting in space and time using a neutral network. J. Hydrol., 137: 1-31.
McCuen, R.H., 1989. Hydrologic Analysis and Design. Prentice Hall, N.J.
Nedeco – PBJR (1973). Masterplan for Drainage and Flood Control of Jakarta
Pawitan, Hidayat, 1989. Kharakteristik Hidrologi dan Daur Limpasan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Laporan Akhir Penelitian – Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
————, (1989a). Present Status of the water management and conservation in the Jakarta urban drainage system. IHP – unesco Conference on Urban Drainage and Water Conservation, Nagoya, 1989.
————, Hendero dan Fakhrudin (2000). Kharakteristik curah hujan deras wilayah Ciliwung Hulu. Makalah hasil penelitian Limnologi – LIPI, Cibinong – Bogor.
Srikanthan, R. and T.A. McMahon, 1985. Stochastic  generation of rainfall and evaporation data. AGPS, Canberra.

Sumber: Hidayat Pawitan (2002). “Hidrologi DAS Ciliwung dan Andilnya Terhadap Banjir di Jakarta. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pendekatan DAS dalam Menangglangi Banjir Jakata, diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Andersen Consult, Jakarta, 8 Mei 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar