Cari di Website Ini

Selasa, 07 Januari 2014

Masterplan Pengendalian Banjir DKI Jakarta (3)

Sumber: Review Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, 2009.

5.4. Masterplan Pengendalian Banjir
5.4.1. Evaluasi Hasil Studi Alternatif Pengendalian Banjir
A. Kajian Sodetan Mookervart ke Laut (Cengkareng Drain 2)
Cengkareng Drain mendapat limpasan dari debit Kali Pesanggrahan dan Kali Angke. Kali Pesanggrahan memiliki hulu di daerah Bojong Gede (Bogor) dengan panjang saluran sekitar ± 76 km dan kali Angke dengan panjang ± 83 km. Luas DAS kali Angke di titik pertemuan dengan Cengkareng Drain adalah berkisar 107 km2.
Pada kawasan Cipondoh Tangerang, Kalideres, Cengkareng dan Kapuk yang topografinya relatif datar, dengan sistem drainase mikro dan sub makro cukup panjang dengan kelandaian yang kecil, sehingga terjadi genangan banjir daerah tersebut dengan waktu yang lama, untuk itu perlu kajian mengenai pembuatan sodetan yang dapat mengalirkan sebagian debit dari saluran tersebut ke laut. Sodetan yang dapat dibuat adalah dari sekitar Kali Angke di sekitar kawasan Duri Kosambi ke arah Utara mengikuti batas wilayah DKI Jakarta – Tangerang kemudian memotong Saluran Mookervaart menuju Kali Kamal dan akhirnya ke laut.
Dalam rencana ini terdapat 3 alternatif trase rencana sudetan yang ditawarkan seperti pada Gambar 2.7 , yaitu :
  1. Saluran baru antara Saluran Mookervaart kearah K.Kamal di pantura dengan panjang 11,5 km.
  2. Sudetan Kali Angke dialirkan menuju K.Kamal di Pantura dengan memotong Saluran Mookervaart. Kali Angke disudet mulai dari Desa Kresek ke Sal.Mookervart dan dilanjutkan ke K.Kamal.
  3. Sudetan K.Angke dimulai dari Desa Pondok Bahar Ke Sal.Mookervart dan dilanjutkan sampai K.Dadap dan ke K.Kamal. Rencana sodetan ini (dan Alternatif 2) panjangnya kurang lebih 16,2 km.
Rencana sodetan akan melewati beberapa saluran irigasi diantaranya adalah Kali Semanan. Rencana sodetan juga akan memotong 2 (dua) jalan raya yaitu Jalan KH. Ahmad Dahlan dan Jalan Ki Hajar Dewantara.
Rencana pembuatan sodetan tersebut dikaji dengan mempertimbang-kan aspek teknis seperti bentuk penampang sodetan yang menyangkut masalah hidrolis, kondisi tanah, kondisi geografis, topografi dan nantinya sesuai dengan rejim sungainya serta mengikuti morfologis kali yang dipotongnya.

Gambar 2 44. Rencana Alignment Sodetan Untuk Alternatif 1, 2 dan 3

Berdasarkan pemaparan hasil studi dan perencanaan dalam kajian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
1. Kali Angke sangat terpengaruh oleh back water Kali Pesanggrahan dan Mookervaart pada pertemuan dengan Cengkareng Drain
2. Sodetan sangat optimal digunakan untuk mengurangi genangan di sekitar Kali Angke (tanpa adanya normalisasi) dan mengurangi beban drainase yang akan masuk ke Cengkareng Drain.


Adapun genangan yang terjadi sebelum bangunan pembagi sodetan (Kali Angke bagian hulu), genangan banjir tidak berkurang secara signifikan, ini diakibatkan permasalahan drainase lokal kawasan dan luapan kali Angke karena rendahnya kapasitas layanan Kali Angke.

Gambar 2 45. Prediksi Area Genangan yang Berkurang untuk Alternatif 1

Gambar 2 46. Prediksi Area Genangan yang Berkurang untuk Alternatif 2
3. Secara teknis dan pertimbangan efisiensi biaya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Luas genangan yang dapat berkurang (prediksi) untuk alternatif 1 (L=11,85 km) sama dengan alternatif 2 (L=17,98 km). Sedangkan biaya yang diperlukan untuk alternatif 1 hampir seperempat dari biaya untuk alternatif 2.
Alternatif 3 (L=16,12 km) dapat mengurangi genangan 8,8 Ha lebih luas dibanding dengan alternatif 2. Namun biaya yang diperlukan hampir 3 (tiga) kali lipat dari biaya alternatif 2.
Berdasarkan pertimbangan biaya dan luas reduksi genangan, maka alternatif 1 lebih efektif dan efisien untuk dipilih.
4. Rencana sodetan alternative 2 dapat juga dilaksanakan, dengan catatan:
  • Kondisi Kali Angke tidak dinormalisasi (tetap seperti awal)
  • Debit Kali Angke yang dialirkan ke sodetan sebesar 101,4 m3/det
  • Debit Mookervaart yang dialirkan ke Cengkareng Drain sebesar 75 m3/det
  • Dari Mookervaart, debit yang dialirkan ke Sodetan ke arah Kali Kamal sebesar 202,63 m3/detik
  • Penampang rencana sodetan yang dapat diaplikasikan :
1. Kali Angke s.d saluran Mookervaart :
• Dimensi : B = 30 m, H = 4,5 m
• Kemiringan dasar : 0,00034
• Level di hulu : + 1,01 mPP
• Level di hilir : – 1,06 mPP
2. Saluran Mookervaart s.d Kali Kamal (laut)
• Dimensi : B = 30 m, H = 3,5 m
• Kemiringan dasar : 0,00021
• Level di hulu : – 1,06 mPP
• Level di hilir : – 3,00 mPP
5. Usulan struktur bangunan air yang dibutuhkan adalah
  • Kali Semanan → pintu air
  • Saluran irigasi Cisadane timur → talang
6. Usulan jembatan atau utilitas yang perlu ditinggikan adalah


B. Kajian Koneksi Banjir Kanal Barat, Kali Ciliwung dan Banjir Kanal Timur
Rencana pembuatan interkoneksi Ciliwung – BKT sebagai salah satu usulan pengendalian banjir di wilayah Tengah antara lain didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
  • Kondisi hidrologi BKB yang sepanjang tahun mendapat suplai air dari sungai Ciliwung, walaupun musim kemarau masih terdapat aliran air yang cukup. Sedangkan di BKT karena sungai yang masuk adalah sungai kecil-kecil maka jika musim kemarau akan cenderung tidak ada aliran.
  • Pada kondisi banjir besar (seperti pada tahun 2002) BKB tidak dapat menampung air yang dialirkan dari sungai Ciliwung sehingga pada daerah-daerah tertentu terjadi luapan.
Sehingga untuk membagi beban di Banjir Kanal Barat maka diberikan 3 alternatif/pemodelan interkoneksi sungai Ciliwung – Banjir Kanal Timur sebagai berikut :
  1. Rencana interkoneksi yang menghubungkan Sungai Ciliwung langsung ke Banjir Kanal Timur (hulu Banjir Kanal Timur )
  2. Rencana interkoneksi yang menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur melalui Sungai Cipinang (antara hulu Banjir Kanal Timur dan Kalimalang).
  3. Rencana interkoneksi yang menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur melalui Kalimalang.
Layout dari Rencana Interkoneksi alternative 1,2 dan 3 dapat diperiksa pada Gambar berikut :

Gambar 2 48. Skema Lokasi Alternatif Interkoneksi Sungai Ciliwung – Banjir Kanal Timur
• Alternatif 1
Alternatif 1 adalah pemodelan interkoneksi yang menghubungkan Sungai Ciliwung dangan BKT dengan menggunakan input kondisi eksisting. Panjang interkoneksi ini adalah 1.394 m dengan lebar rencana saluran sebesar 6 m. Pada rencana interkoneksi alternatif 1 ini dibuat pintu air untuk mengontrol debit yang akan dialirkan dari Sungai Ciliwung ke BKT.
Rencana alignment interkoneksi alternatif 1 ini dari ruas Sungai Ciliwung di daerah Bidara Cina sampai dengan Hulu Banjir Kanal Timur melewati wilayah kelurahan Cipinang Cempedak.
Pada alternatif ini kondisi topografi yang dilalui mempunyai kontur yang agak menggunung sehingga apabila pembangunan interkoneksi dilaksanakan akan diperlukan penggalian sebesar 117.100 m3.
Berikut adalah rencana alignment untuk alternatif 1 :

Gambar 2 49. Rencana Alignment Interkoneksi untuk Alternatif 1
• Alternatif 2
Alternatif 2 adalah pemodelan interkoneksi yang menghubungkan Sungai Ciliwung dangan BKT melalui Sungai Cipinang terlebih dahulu. Panjang interkoneksi ini adalah 1.219 m dengan lebar rencana saluran sebesar 6 m. Pada rencana interkoneksi alternatif 2 dibuat pintu air untuk mengontrol debit yang akan dialirkan dari Sungai Ciliwung ke BKT.
Rencana alignment interkoneksi alternatif 2 ini dari ruas Sungai Ciliwung di daerah Bidara Cina (Otista 7 / Taman Indah) sampai dengan Sungai Cipinang di Kel. Cipinang Besar (Otista 3) melalui kampung Kebon Nanas.
Pada alternatif ini kondisi topografi yang dilalui mempunyai kecenderungan kontur yang mendatar sehingga apabila pembangunan interkoneksi ini dilaksanakan hanya akan diperlukan penggalian sebesar 96.485 m3.

Gambar 2‑50. Rencana Alignment Interkoneksi untuk Alternatif 2
• Alternatif 3
Alternatif 3 adalah pemodelan interkoneksi untuk mengalirkan air dari Sungai Ciliwung ke BKT dengan memanfaatkan jalur trase terowongan air bersih dari Saluran Tarum Barat ke Ciliwung yg tidak berfungsi lagi. Panjang interkoneksi ini adalah 1.340 m dengan lebar rencana saluran sebesar 6 m. Pada rencana interkoneksi alternatif 3 dibuat pintu air untuk mengontrol debit yang akan dialirkan dari Sungai Ciliwung ke BKT.
Rencana interkoneksi alternatif 3 sudah memiliki trase di Dinas Tata Kota. Pada trase ini terdapat saluran berbentuk gorong-gorong yang menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kali Malang. Konturnya berbentuk menggunung sehingga apabila dilaksanakan sebagai lokasi interkoneksi memerlukan penggalian dengan volume sebesar 124.085 m3.

Gambar 2 51. Rencana Alignment Interkoneksi untuk Alternatif 3
Selain mengkaji konsep interkoneksi sebagai flood way, studi ini mengkaji pula potensi interkoneksi sebagai water way.
Kesimpulan yang didapatkan dari studi ini adalah :
  1. Wacana pembuatan interkoneksi sebagai sarana manajemen banjir hanya efektif bila curah hujan di hulu tidak merata antara DAS Ciliwung dengan DAS BKB yang meliputi DAS Cideng, DAS Krukut, DAS Grogol, DAS Sekretaris, DAS Angke dan DAS Pesanggrahan serta DAS BKT yang meliputi DAS Cipinang, DAS Sunter, DAS Buaran, DAS Jatikramat, dan DAS Cakung dengan mengoperasikan pintu air yang ada pada saluran koneksi.
  2. Apabila hujan di hulu merata, keberadaan interkoneksi kurang bermanfaat, karena pada debit periode ulang 25 tahunan BKB dan BKT belum mencapai bankfull, sedangkan pada periode ulang 100 tahunan, BKB dan BKT rencana akan mencapai bankfull.
  3. Secara hidraulis, ketiga alternatif interkoneksi yang ditawarkan memenuhi konsep floodway.
  4. Rencana interkoneksi alternatif 1 memenuhi konsep floodway dan merupakan alternatif terbaik dalam konsep water way, namun konturnya berbentuk agak menggunung sehingga diperlukan penggalian sebesar 117.100 m3 untuk membuat interkoneksi.
  5. Rencana interkoneksi alternatif 2 memenuhi konsep floodway dan merupakan alternatif terbaik kedua dalam konsep waterway, konturnya berbentuk mendatar sehingga diperlukan penggalian sebesar 96.485 m3 untuk membuat interkoneksi.
  6. Rencana interkoneksi alternatif 3 memenuhi konsep flood way namun hampir tidak mungkin diterapkan sebagai water way karena draftnya kecil (± 1 m), kecuali dengan membangun banyak pintu air dan weir. Rencana interkoneksi alternatif 3 sudah memiliki trase di Dinas Tata Kota. Pada trase ini terdapat saluran berbentuk gorong-gorong yang menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kalimalang. Konturnya berbentuk menggunung sehingga apabila diwujudkan sebagai lokasi interkoneksi memerlukan penggalian dengan volume sebesar 124.085 m3.
C. Waduk Ciawi
Salah satu upaya untuk mengendalikan banjir di DKI Jakarta adalah dengan membangun waduk (bendungan) di hulu sungai. Terdapat beberapa ipe bendungan berdasarkan atas fungsi dan tujuan dari pembangunannya, apakah bendungan dibangun untuk tujuan tunggal (single purpose dam) atukah unuk tujuan serbaguna (multipurpose dam). Dari studi-studi yang pernah dilakukan terhadap rencana Waduk Ciawi, tujuan dari pembangunannya untuk keperluan serbaguna, yaitu :
  1. Terdapat 4 alternatif tinggi bendungan yang akan berpengaruh terhadap input maupun output dari Waduk Ciawi, antara lain volume tampungan, kapasitas pemenuhan kebutuhan air baku, kapasitas pembangkitan tenaga listrik dll. Keempat alternatif tersebut adalah berdasarkan atas ketinggian bendungan yaitu 90,5 m, 70 m, 65 m, dan 64,5 m.
  2. Pemenuhan kebutuhan air baku. Studi tahun 2003 menyebutkan untuk alternatif 1 kapasitas 5,2 m3/detik sedang studi tahun 2005 hanya akan dapat memenhi kebutuhan 2 m3/dtk saja
  3. Pengendalian banjir DKI Jakarta. Volume tampungan banjir rencana Waduk Ciawi hanya 17,25 juta m3 (alternative 1, untuk banjir periode ulang 50 tahun) yang berada antara elevasi +551,90 m sampai + 567,5 m (MAN). Pengoperasian waduk untuk pengendalian banjir ini adalah bahwa dimusim hujan ketinggian muka air waduk dipaksa untuk maksimum sampai +551,90 m saja, sehingga setiap penambahan volume air diatas + 551,90 m tersebut harus segera dikeluarkan. Pengeluaran debit banjir sebesar 17,25 juta m3 (dari elevasi +551,90 m sampai + 567,5 m) tersebut adalah selama 15 hari.
  4. Pembangkitan listrik sebesar 2,4 – 5,0 MW tergantung pada tingi bendungan
  5. Pemeliharaan sungai dan penggelontoran 2 m3/dtk
  6. Konservasi air
Analisa Kapasitas Waduk Ciawi
a. Studi tahun 2003 dan 2005 menyebutkan bahwa borrow pit untuk material timbunan tubuh bendungan berupa batu gamping pack stone yang diambil dari Gunung Cibodas di Ciampea yang haul time memerlukan waktu 1,50 jam dari lokasi bendungan (kurang lebih jarak angkut sekitar 30-40 km). Kemungkinan haul road akan mengunakan jalan raya (jalan umum) sehingga akan mengalami kendala keterlambatan dan gangguan terhadap lalu lintas yang cukup padat. Material pasir juga diambil dari lokasi yang jauh (25 km – 80 km)
b. Studi tahun 2003 menyebutkan bahwa Waduk Ciawi akan dapat menurunkan debit di bendung Katulampa menjadi 175 m3/dtk dan K. Ciliwung di Pintu Air Manggarai sebesar 491 m3/dtk
c. Dalam analisis Review Master Plan Pengendalian Banjir dan Drainase 2009 dengan Hec Ras didapatkan bahwa penurunan debit banjir K.Ciliwung di PA Manggarai hanya akan mengurangi debit Q100 dari 512 m3/detik menjadi 495,8 m3/dtk.
d. Dari kedua analisis ini terdapat kemiripan bahwa pengurangan debit banjir bagi kota Jakarta dapat dikatakan terbatas.
Dari studi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan kaji ulang (review) terhadap rencana Waduk Ciawi, antara lain:
  • Tujuan pembangunan Waduk Ciawi adalah multipurpose, dengan tujuan pokok untuk penyediaan air baku bagi Kota Bogor dan Jakarta. Tujuan lainnya adalah untuk pembangkitan tenaga listrik, konservasi sumber daya air dan lingkungan (pemeliharaan sungai).
  • Diperlukan analisis ekonomi yang hati hati. Pengurangan manfaat pengendalian banjir akan berdampak pada nilai EIRR.
  • Jauhnya quarry (borrow pit area) akan berpengaruh terhadap kondisi lalu lintas dan diperlukan studi Andal untuk mengetahui dampaknya terhadap lingkungan
  • Dicari kemungkinan lain dari pembangunan Waduk Ciawi ini, antara lain:
    1. Pencarian alternatif lokasi baru
    2. Pencarian tipe bendungan, apabila lokasi dan analisis geoteknik memungkinkan, misalnya dengan pembangunan bendungan dengan tipe concrete arch dam
    3. Pembangunan seri waduk – waduk kecil yang tersebar di beberapa anak sungai K.Ciliwung
    4. Pembangunan bentuk konstruksi lain yang dapat mengurangi dbit K.Ciliwung misalnya Terowong alih Ciliwung-Banjir Kanal Barat (BKB) dan Interkoneksi Cliwung-Cipinang-Banjir Kanal Timur (BKT)
5.4.2. Usulan Prasarana Pengendali Banjir dengan Analisis Debit Rencana yang baru
Konsep Dasar
Masalah banjir tidak mungkin diatasi tuntas 100% sehingga upaya yang bisa dilakukan berupa flood management atau flood damage management dalam rangka menekan besarnya kerugian. Upaya mengatasi masalah banjir adalah bertujuan untuk mengurangi besarnya kerugian/bencana yang disebabkan oleh terjadinya banjir dan tidak untuk menghilangkan masalah secara mutlak.
Konsep untuk penanggulangan banjir di DKI-Jakarta prinsipnya terdiri dari tiga pola, yaitu menahan banjir dari hulu, menampung sebagian banjir di tengah jalan dan melimpahkan sisanya keluar daerah DKI-Jakarta, dimana debit yang masuk ke DKI-Jakarta harus menjadi kira-kira nol, dengan ini Jakarta akan aman dari banjir hulu.
Konsep yang diterapkan pada Pola Induk 1997 diharapkan merupakan penanganan komprehensif yang tinjauannya didasarkan atas satu sistem wilayah sungai dengan jenis kegiatan menyeluruh yang merupakan kombinasi upaya struktur dan nonstruktur. Untuk merealisasikannya perlu melibatkan berbagai instansi terkait dan juga partisipasi aktif dari masyarakat.
Upaya Struktur
Sampai saat ini upaya untuk menangani masalah banjir yang telah diketahui oleh masyarakat luas adalah jenis upaya yang bersifat struktur (fisik) dengan bangunan-bangunan pengendali banjir (flood control structures); yang antara lain berupa pembangunan waduk, tanggul banjir, sudetan, interkoneksi antar sungai, normalisasi sungai, banjir kanal, dsb. Dimensi bangunan-bangunan tersebut didasarkan atas besaran debit banjir rencana tertentu (bukan debit banjir maksimum yang mungkin terjadi), sekaligus menggambarkan tingkat pengendalian banjir yang layak. Masyarakat sering beranggapan bahwa dengan upaya tersebut masalah banjir telah sepenuhnya terkendali sehingga aman dan bebas banjir. Sehubungan dengan itu sering terjadi overconfidence dan over investment di daerah dataran banjir.
Berbagai negara di dunia yang mengalami masalah banjir nampaknya semakin menyadari akan adanya keterbatasan upaya struktur tersebut. Upaya yang berupa rekayasa pengendalian alam itu hanya dapat mengurangi besarnya masalah/kerugian akibat banjir sampai batas tertentu. Oleh sebab itu maka pada saat ini terdapat kecenderungan bahwa untuk mengatasi masalah banjir diperlukan upaya secara komprehensif yaitu gabungan upaya struktur dan non struktur secara menyeluruh dan terpadu dalam satu sistem ( wilayah sungai).
Alternatif Prasarana Pengendalian Banjir
1. Banjir dari hulu
Prinsip pemecahannya terdiri dari analisa statistik debit maksimum tahunan dan aspek-aspek hidrolis lainnya seperti tinggi tanggul, erosi pier jembatan. Disain hidrograf banjir harus sudah diketahui juga sebelumnya pada lokasi tertentu, termasuk bagian mana dari curve ini yang ingin kita kendalikan.
2. Banjir badan sungai
Prinsip pemecahan terdiri dari rektifikasi profil sungai seperti asalnya, jadi kembali pada bentuk alam, atau kembali pada geometri atau bentuk semula di masa lampau.
Perbandingan besaran debit untuk periode ulang 100 tahunan antara studi terdahulu dengan analisa studi WJEMP 3-10 :


3. Banjir hilir sungai
Pasang surut mengakibatkan adanya arus balik ( backwater ) ke bagian hulu, sehingga akan mengakibatkan perlambatan aliran sungai dibagian hilir. Persoalan ini hanya dapat dipecahkan dengan pompa. Sampai dimana Contour line atau elevasi diatas permukaan laut) pengaruh arus balik ini terjadi harus diketahui. Ini akan menentukan stretch atau alignment mana yang harus dikeruk secara periodik.
4. Banjir dalam kota, atau genangan
Hujan di bulan Februari 1996 dan 2007 yang menyebabkan banjir dengan tipe genangan berkisar sekitar 230 mm, dan ini merupakan suatu data maksimum yang pernah tercatat dan tentu saja bukan merupakan nilai desain yang wajar. Rumah yang mempunyai sumur resapan-pun tidak mampu menampung hujan ekstrim ini. Kriteria hidrolis dapat diterapkan dalam membuat desain dari pada cross-section ideal jalanan-rumah-selokan-trotoar-, cross-section dan long section ideal menurut Einstein (hasilnya: pasti harus pakai pompa), tanggul ideal dalam kota dstnya. Untuk desain mini-polder, sebagai acuannya dapat dipilih hujan hari pertama sebesar 200 mm, diikuti oleh hujan hari kedua 100 mm, dan hari ketiga 50 mm.

Bangunan Pengendali Banjir
1. Bendungan dan Waduk Pengendali Banjir
Biasanya volume yang harus ditampung waduk pengendali banjir harus jauh lebih besar (misalnya dua kali lipat) dari pada volume hidrograf banjir dan memakan biaya pembebasan tanah yang besar sekali.
Fungsi dari suatu waduk banjir adalah untuk memperkecil puncak banjir pada suatu titik dan menampung sebagian aliran dan volume banjir.
Beberapa studi yang menyangkut perencanaan di daerah hulu Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke adalah sebagai berikut :
a. Rencana Dam Ciawi pada Sungai Ciliwung
Berdasar Studi Kelayakan Waduk Ciawi Bogor tahun 2003, disimpulkan bahwa studi dengan alternatif Bendungan Ciawi di Hulu Sungai Ciliwung adalah sebagai berikut dalam tabel berikut :

Arah studi ini lebih diprioritaskan untuk penyediaan air baku termasuk penggelontoran dan PLTA, sehingga untuk program pengendalian banjir kurang prioritas. Walaupun demikian peran penyediaan air baku bagi penggelontoran, river maintenance dan navigasi air diperkirakan cukup penting terutama pada musim kemarau yang juga menunjang pengendalian banjir dengan pembersihan sungai dari sampah dan sedimen.
b. Rencana Dam Pada Sungai Pesanggrahan
Berdasar studi Master Plan Pengendalian banjir Jabotabek oleh Jica tahun 1997, diidentifikasi adanya 3 lokasi kemungkinan Dam pada sungai Pesanggrahan, yaitu Rencana Dam Limo A, Rencana Dam Limo B dan Rencana Dam Limo C.
Pada Kondisi saat ini rencana dam Limo A dan B mungkin sudah makin kecil kemungkinannya untuk diteruskan karena pada lokasi rencana Dam dan waduknya sudah banyak digunakan sebagai komplek perumahan dan hunian perorangan.
Sedang pada lokasi Rencana Dam Limo C berdasar observasi dalam studi ini diperkirakan masih memungkinkan dan mengingat volume dan luasan genangannya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dam pengendali banjir dan penyediaan air baku. Adapun perkiraan data teknis dapat digambarkan sebagai berikut :

Alternatif tersebut diperkirakan dapat mengurangi banjir yang sering terjadi di hilir sungai Pesanggrahan pada pertemuan dengan sungai Angke, disamping peran penyediaan air baku bagi penggelontoran, river maintenance dan navigasi air diperkirakan cukup penting terutama pada musim kemarau yang juga menunjang pengendalian banjir dengan pembersihan sungai dari sampah dan sedimen namun untuk ini perlu di teliti lebih lanjut.
c. Rencana Dam Pada Sungai Angke
Dalam studi ini diidentifikasi adanya kemungkinan lokasi Dam atau Waduk sebagai pengendali banjir pada Sungai Angke di Marung Dusun dengan perkiraan data teknis sebagai berikut :

Alternatif tersebut diperkirakan dapat mengurangi banjir yang sering terjadi di hilir sungai Angke pada pertemuan dengan sungai Pesanggrahan, disamping berperan sebagai penyediaan air baku bagi penggelontoran, river maintenance dan navigasi air yang diperkirakan cukup penting terutama pada musim kemarau yang juga menunjang pengendalian banjir dengan pembersihan sungai dari sampah dan sedimen. Namun untuk ini perlu di teliti lebih lanjut.
d. Rencana Dam (Waduk) Pada Sungai Cisadane
Rencana Dam pada Sungai Cisadane yang potensial dalam kaitannya dengan pengendalian banjir dan penyediaan air baku untuk Jakarta, antara lain Waduk Genteng, Wadung Parung Badak dan Wadung Sodong. Kemungkinan pembangunan dam tersebut adalah sebagai berikut :
Waduk Genteng
Waduk ini terletak pada S. Cisadane hulu manfaatnya akan dapat memasok air untuk daerah Bogor dan sekitarnya. Untuk pembangunannya memerlukan pemindahan rel kereta api Bogor-Sukabumi.
Waduk Parung Badak
Waduk ini terletak pada S. Cisadane dihilir rencana Waduk Genteng dan sangat potensial manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi daerah Bogor, Banten dan Jakarta. Kendalanya adalah besarnya penduduk yang harus dipindahkan, apabila dam ini dibangun.
Waduk Sodong
Waduk ini terletak pada S. Ciaten yaitu anak sungai Cisadane letaknya dihulu, dan manfaatnya akan dapat memasok air untuk daerah Bogor, banten dan Jakarta. Kendalanya ada kebocoran melalui formasi batu kapur akibat dari kondisi geologi setempat.
Kemungkinan Rencana Pengembangan
Kemungkinan rencana pengembangan kaitannya dengan pengendalian banjir Jakarta, Pembangunan Waduk Parung Badak sangat potensial apabila dikaitkan dengan rencana sudetan dari S. Ciliwung ke Cisadane berdasar Studi JWRMS yang belum dapat dilaksanakan. Beberapa keuntungan dari alternatif tersebut adalah sebagai berikut :
  • Sudetan dari S. Ciliwung ke Cisadane cukup dekat dengan potensi sumber air yang cukup besar (debit rata-rata 7 m3/det, debit banjir 100 m3/det) untuk mengisi rencana waduk yang cukup besar, disamping sumber air dari hulu Cisadane.
  • Sudetan sekaligus mengurangi terjadinya banjir di hilir sungai Ciliwung terutama wilayah Jakarta pada musim penghujan.
  • Waduk Parung Badak juga akan mengendalikan banjir yang terjadi di hilir Cisadane terutama daerah Tangerang, Banten pada musim penghujan.
  • Air dari waduk Parung Badak dapat dialirkan kembali ke S. Ciliwung pada musim kering untuk penyediaan air baku bagi industri, irigasi dan air minum di wilayah Bogor dan Jakarta yang berada sekitar Ciliwung, serta untuk penggelontoran, juga untuk kebutuhan navigasi sungai di Jakarta.
  • Air dari Waduk Parung Badak juga dapat dialirkan melalui S. Cisadane pada musim kering untuk penyediaan air baku bagi industri, air minum di wilayah Bogor, Banten dan Jakarta yang berada sekitar Cisadane, serta untuk irigasi dan penggelontoran, juga untuk kebutuhan navigasi sungai di Cisadane dan Saluran Mokevart di Jakarta.
Lokasi rencana Dam/Bendungan atau Waduk tersebut diatas seperti terlihat pada peta lokasi rencana Dam berikut dibawah.

2. Dam Parit
Dam parit merupakan struktur bangunan pengendali run off di hulu-hulu sungai yang memotong alur-alur sungai dan umumnya tidak mempunyai tampungan air yang besar. Bentuknya seperti Cek Dam atau bendung kecil. Pada pengamatan yang telah dilakukan umumnya lebih berfungsi sebagai pengendali sedimen dan membantu meningkatkan resapan air kedalam tanah.
Untuk pengendalian banjir bentuk dam parit tersebut dirasa kurang banyak perpengaruh dalam mengurangi puncak banjir, namun dapat membantu ketersediaan air pada musim kemarau, dengan munculnya mata air–mata air disekitarnya. Beberapa pengembangan dam parit yang sudah dilaksanakan oleh BBWS Ciliwung Cisadane di hulu Sungai Ciliwung adalah seperti terlihat dalam tabel berikut :

Jumlah Potensi Dam Parit di Sungai Ciliwung sebanyak 25 lokasi yang terdapat pada 14 anak sungai dan sebanyak 10 lokasi prioritas telah dilaksanakan pembangunannya.
Pengendalian Banjir Berdasarkan Sistem Pewilayahan
1. Wilayah Barat
Banjir tahunan yang sering terjadi di sistem wilayah barat adalah di hilir Sungai Angke dan Pesanggrahan pada pertemuan sungai tersebut dan juga disekitar Cengkareng Drain dan saluran Mokervart. Banjir besar tahun 2002 dan tahun 2007 genangan banjirnya seperti pada peta banjir yang di kemukakan di Bab depan. Sedang penyebaran lokasi Area genangan yang berada di sekitar rencana sodetan, Kali Angke, saluran Mookervaart dan sekitar Cengkareng Drain pada banjir-banjir tahunan antara lain seperti pada peta berikut dibawah.

Gambar 2 52. Peta Penyebaran Lokasi Daerah Genangan Banjir Tahunan
Penyebaran daerah genangan banjir berada di wilayah Jakarta Barat, DKI dan sebagian berada di wilayah Tangerang Propinsi Banten.
Penanganan banjir sistem Wilayah Barat, yang terdiri dari interkoneksi Sungai Pesanggrahan, S. Angke, S. Sepak, S. Grogol dan Seketaris, serta yang terkait dengan saluran Mokervart dan Cengkareng drain,  diperoleh beberapa alternatif penanganan sebagai berikut :
a.  Optimasi Cengkareng Drain, K. Angke dan Pesanggrahan
b.  Sudetan Angke-Mokervart-Kamal tarse I dan trase II
Untuk analisis kondisi saat ini dan rencana pengembangan dianalisis dengan menggunakan Program HEC-RAS pada masing-masing alternatif pengembangan tersebut.
1)   Optimasi Cengkareng Drain, K. Angke dan Pesanggrahan
Sebagai latar belakang Upaya Optimasi Cengkareng Drain ini dikemukakan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi banjir yang masih terjadi  pada daerah layanan system Cengkareng Drain dan Mookervaart. Usulan ini sudah merupakan program usulan dari Studi Master Plan sebelumya. Perkembangn tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah.

Berdasarkan studi Masterplan JICA tahun 1997, kapasitas rencana awal Cengkareng Drain untuk debit 100 tahunan sebesar 390 m3/detik, dalam kajian tersebut, debit maksimum dapat mencapai 620 m3/detik untuk periode ulang 100 tahun.
Peningkatan debit yang cukup besar ini dapat mengakibatkan genangan di sepanjang kawasan jalan Daan Mogot, dan mengatasi banjir yang terjadi di pertemuan Sungai Angke – Pesanggrahan. Kondisi system pengendalian banjir wilayah barat saat ini adalah sebagai berikut :
Sungai Pesanggrahan
  • Kapasitas awal Sungai Pesanggrahan adalah sebesar 210 m3/detik dengan periode ulang 25 tahun.
  • Kondisi kapasitas eksisting Sungai Pesanggrahan saat ini hanya mencapai 75 m3/dt, sedangkan debit yang harus dilayani Sungai Pesanggrahan untuk periode 25 tahun saat ini adalah sebesar 198.9 m3/dt sehingga selau terjadi limpasan terutama karena backwater dari Cengkareng Drain dan luapan papa pertemuan Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke.
Sungai Angke
  • Perencanaan awal kapasitas rencana Kali Angke dengan menggunakan periode ulang 100 tahun adalah sebesar 210 m3/detik. Sedangkan debit layanan untuk periode 25 tahun S. Angke saat ini sebesar 239.5 m3/dt
  • Pada kondisi di lapangan, area di sekitar S.Angke terdapat genangan yang sering terjadi pada saat terjadi banjir, yaitu daerah Rawa Buaya akibat rendahnya kapasitas Kali Angke dan backwater dari Sungai Pesanggrahan hilir.
Cengkareng Drain
  • Cengkareng drain pada awalnya direncanakan untuk Q100 sebesar 470 m3/dt dengan debit perencanaan awal 390 m3/dt.
  • Kondisi kapasitas eksisting Cengkareng Drain saat ini hanya mampu menampung debit 250 m3/dt, sedangkan debit rencana Cengkareng Drain saat ini untuk periode ulang 100 th adalah sebesar 593.3 m3/dt.
Saluran Mookervart
  • Kapasitas rencana awal Saluran Mookervaart adalah sebesar 100 m3/detik dengan periode ulang 25 tahun.
  • Kondisi kapasitas eksisting Mookervaart saat ini mencapai 130 m3/dt, sedangkan debit layanan saluran Mookervart untuk periode 25 tahun adalah sebesar 129.2 m3/dt, jadi pada saluran ini tidak terjadi masalah.
Skematisasi interkoneksi sungai dan rencana perbaikan sistem penanggulangan banjir dengan Optimasi Cengkareng Drain, Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke seperti dalam Skema berikut :




Hasil analisis kondisi saat ini dan rencana pengembangan dianalisis dengan menggunakan Program HEC-RAS dari alternatif-alternatif tersebut adalah sebagai berikut :
Normalisasi Cengkareng Drain dari Muara sampai Pintu Air
Untuk menormalisasi Cengkareng Drain dengan kapasitas debit sebesar 593.3 m3/dt, perlu pengerukan saluran sepanjang 5.5 km mulai dari km 0 dari muara sampai km 5.5 pada pintu Cengkareng Drain, dengan lebar dasar saluran 58 m, serta tindakan penanggulan pada beberapa tempat.

Normalisasi Sungai Pesanggrahan
Untuk menormalisasi Sungai Pesanggrahan, perlu Perbaikan sungai Pesanggrahan sepanjang 28 km dari pertemuan dengan Cengkareng Drain ke hulu, dengan lebar dasar sungai 40 m, dan selebar 20 m pada bagian hulunya, serta tindakan penanggulan pada beberapa ruas sungai.

Normalisasi Sungai Angke dari Km 3.32 s/d Km 23.9
Sebelum dinormalisasi Sungai Angke terlihat meluap ke tebing kiri pada km 3,32 dan meluap ke tebing kiri dan kanan pada km 23,9, yang berarti terjadi genangan banjir yang cukup luas disekitar Sungai Angke.

Sungai Angke Setelah dinormalisasi
Untuk menormalisasi Sungai Angke, perlu perbaikan sungai Angke sepanjang 20,58 km dari pertemuan dengan Sungai Pesanggrahan ke hulu, dengan lebar dasar sungai 23 m, dan selebar 23 m pada bagian hulunya, serta tindakan penanggulan pada beberapa ruas sungai.
Berdasar hasil analisis pada alternatif penanganan masalah banjir di sistem barat atau sistem Cengkareng Drain dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Dari Hasil Analisa Hec Ras, Banjir di Pertemuan antara Kali Angke dan Pesanggrahan dapat di atasi dengan peningkatan kapasitas Cengkareng Drain, kali Angke dan Kali Pesanggrahan.
• Alternatif penanganan banjir ini belum mempertimbangkan adanya kemungkinan sudetan dari Angke ke Cisadane dan adanya kemungkinan pembangunan Dam Limo C di Kali Pesanggrahan dan Potensi Dam Marunggunung di Kali Angke.
• Permasyalahan yang mungkin terjadi adalah besarnya pelebaran sungai di Pesanggrahan ( 40 m) dengan panjang 28 km dan pelebaran di Sungai Angke selebar 23 m, dengan panjang 20,58 km dalam pelaksanaan mungkin akan mengalami kesulitan dalam pembebasan lahan dan masyalah social, mengingat padatnya pemukiman dan jumlah penduduknya, serta sudah adanya penanganan di kali Pesanggrahan dengan penanggulan .

2) Sudetan Angke-Mokervart-Kamal trase II dan trase III
Pembangunan Sudetan Angke-Mokervart-Kamal atau Cengkareng Drain 2, berdasar studi yang telah dilakukan terdahulu, telah diusulkan dengan 3 Alternatif trase sudetan yaitu sebagai berikut :
a. Saluran baru antara Saluran Mookervaart kearah K.Kamal di pantura dengan panjang 11,5 km, sebagai Trase I
b. Sudetan dari Kali Angke menuju K.Kamal di memotong Saluran Mookervaart. Kali Angke disudet mulai dari Desa Kresek ke Sal. Mookervart dan dilanjutkan ke K.Kamal, dengan alur menyusur batas DKI. Total panjang rencana sodetan ini 16 km, sebagai alternatif Trase II.
c. Sudetan K.Angke dimulai dari Desa Pondok Bahar lurus ke utara Ke Sal.Mookervart dan dilanjutkan ke K. Dadap sampai ke K.Kamal. Rencana sodetan ini panjangnya kurang lebih 16,2 km, sebagai alternatif Trase III.
Dalam uraian pada studi ini hanya akan di reanalisis 2 alternatif trase saja (Trase II dan Trase III), karena Trase I dalam analisa sebelumnya kurang dapat memecahkan masalah genangan banjir di di sekitar Sungai Angke dan Pesanggrahan yang cukup luas.
Kondisi sistem pada saat ini seperti yang sudah disampaikan didepan pada sub bab sebelumnya.

a) Alternatif Trase II
Skematik sistem trase sudetan II seperti pada gambar berikut dibawah ini :

Sedang peta lokasi trase sudetan yang sudah disepakati oleh dinas Tata Kota DKI seperti terlihat pada peta berikut :
Pemerintah DKI Jakarta menghadapi permasalahan pada Cengkareng Drain dan saluran Mookervaart dalam pengendalian air, dimana masih terjadinya banjir yang cukup luas dan lama di wilayah DAS tersebut. Banjir atau genangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain meliputi faktor alam seperti karakteristik saluran dimana mempunyai kapasitas alur sungai yang kecil, pasang surut air laut yang menahan aliran sungai maupun kondisi topografi kawasan yang relatif rendah dibandingkan muka air di saluran sehingga sebagian wilayah DAS Angke, Cengkareng Drain dan Mookervaart menjadi dataran banjir/genangan.
Selain daerah resapan yang telah dipadati oleh gedung dan hunian bangunan beton, faktor non alam yang menyebabkan banjir yaitu daerah bantaran sungai dalam garis sempadan sungai dipenuhi oleh bangunan rumah. Selain dan pada itu DAS Cengkareng Drain dan Mookervaart juga dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga run off yang terjadi cukup besar.
Dalam rangka untuk pengaturan dan pengendalian air di wilayah tersebut, maka diperlukan perencanaan yang matang dan terpadu dari aspek drainase dan perencanaan wilayah. Perencanaan ini harus bersifat jangka panjang dan disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah agar tidak menimbulkan kondisi yang tumpang tindih di kemudian hari kelak.
Untuk mengatasi masalah genangan banjir yang terjadi pada daerah permukiman, industri, fasilitas jalan dan lain-lain, maka perlu dibuat sistem pengendali banjir dengan periode ulang tertentu dan dapat mengakomodasi seluruh sistem drainase yang ada dengan mempertimbangkan :
• Trace rencana sodetan mulai dari saluran Mookervaart mengikuti batas wilayah DKI Jakarta – Tangerang ke arah Utara, bermuara di Kamal.
• Kondisi sosial masyarakat setempat yang menyangkut masyarakat bagian hulu (Kali Deres & Cengkareng) dan bagian muara (Kapuk & Kamal), tentang masalah banjir dan genangan.
• Permasalahan penanganan sampah dan limbah masyarakat yang ada menjadi pertimbangan untuk menetapkan lokasi-lokasi pengganti apabila sodetan tersebut dibuat, seperti lokasi penampungan/instalasi limbah.
• Kondisi jaringan utilitas yang ada (telkom, listrik, gas, PAM dan lain-lain).
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan sebuah kajian tentang Rencana pembuatan sodetan dan Saluran Mookervaart ke laut.
Adapun Saluran Mookervart dibuat pada tahun 1978 yang menghubungkan Kali Cisadane sampai Kali Angke dengan tujuan untuk transportasi air, pembangkit mikro hidro (di sekitar Pintu Air Sewan Tangerang), penggelontoran (flushing) ke wilayah kota dan sarana drainase bagian hulunya. Sesuai Master Plan 1973 untuk wilayah Jakarta bagian Barat yang sistem drainasenya tidak masuk sistem Banjir Kanal Barat – Angke – Laut, dibuat sistem terpisah, yaitu Cengkareng Drain yang menampung debit Kali Pesanggrahan, Kali Sepak, Kali Angke Hulu dan Saluran Mookervaart langsung ke lout dan diimplementasikan pada tahun 1980an.
Dengan semakin berkembangnya daerah perkotaan semakin menyempitnya tampungan air/situ/waduk yang berubah fungsi menjadi perumahan, maka limpasan air hujan (run off) menjadi besar dan daerah resapan hampir tidak ada.
Perlu kajian mengenai pembuatan sodetan yang dapat mengalirkan sebagian debit dan saluran tersebut ke lout. Sodetan yang dapat dibuat adalah dari sekitar Kali Angke di sekitar kawasan Dun Kosambi ke arah Utara mengikuti batas wilayah DKI Jakarta – Tangerang kemudian memotong Saluran Mookervaart menuju Kali Kamal dan akhirnya ke laut.
Rencana pembuatan sodetan tersebut harus dikaji dengan mempertimbangkan aspek teknis seperti bentuk penampang sodetan yang menyangkut masalah hidrolis, kondisi tanah, kondisi geografis, topografi dan nantinya sesuai dengan rejim sungainya serta mengikuti morfologis kali yang dipotongnya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka dapat diketahui permasalahan yang mungkin timbul akibat adanya rencana pembuatan sodetan sebagai berikut :
• Adanya genangan/banjir di sekitar area rencana sodetan baik yang disebabkan oleh kapasitas yang kurang memadai maupun permasalahan teknis yang lain.
• Tingginya muka air laut saat pasang sampai pada level +1,76 mPP yang dapat memberikan pengaruh backwater ke rencana sudetan.
• Level dasar saluran eksisting antara Kali Angke (+1,01 mPP), saluran Mookervaart (-1,20 mPP), kali Kamal (-2,96 mPP) dan dasar lout (-3,9 mPP) membatasi slope dasar rencana sodetan yang akan direncanakan. Maksimum slope yang dapat direncanakan antara 0,0002 s.d 0,00054.
• Padatnya permukiman penduduk dan banyaknya bangunan dan utilitas eksisting di sekitar jalur rencana sodetan.
Berdasarkan perencanaan semula, debit yang akan dialirkan melalui sodetan rencana Q = 101,4 m3 untuk rencana di ruas Kali Angke s.d Saluran Mookervaart.
Dari informasi diatas dan hasil analisis sebelumnya, maka kondisi lapangan yang digunakan untuk mendukung dalam analisis selanjutnya adalah :
• Kali Angke eksiting
o Dasar saluran : + 1,01 mPP
o Muka air maksimum : + 4,51 mPP
o Tanggul minimum : + 5,03 mPP
• Saluran Mookervaart eksiting
o Dasar saluran : – 0,20 mPP
o Muka air maksimum : + 2,85 mPP
o Tanggul minimum : + 3,40 mPP
• Kali Kamal eksiting
o Dasar saluran : – 1,80 mPP
o Muka air maksimum : + 1,76 mPP
o Tanggul minimum : + 2,08 mPP
o Dasar laut : – 2,90 mPP
• Rencana Sodetan
o Ruas kali Angke s.d Saluran Mookervaart
 Panjang rencana : 6.130 m
 Kemiringan rencana : 0.00034
 Hulu
• Dasar saluran : + 1,01 mPP
• Muka air maksimum : + 3,51 mPP
• Tanggul minimum : + 4,50 mPP
 Hilir
• Dasar saluran : – 1,20 mPP
• Muka air maksimum : + 2,30 mPP
• Tanggul minimum : + 3,32 mPP
• Ruas kali Mookervaart s.d laut Jawa :
 Panjang rencana : 11.850 m
 Kemiringan rencana : 0.00021
 Hulu
• Dasar saluran : – 1,06 mPP
• Muka air maksimum : + 2,30 mPP
• Tanggul minimum : + 3,32 mPP
 Hilir
• Dasar saluran : – 3,00 mPP
• Muka air maksimum : + 1,76 mPP
• Tanggul minimum : + 2,20 mPP

Saluran Mookervaart, saat ini dipakai untuk menampung air dan daerah kanan dan kiri saluran tersebut, untuk itu pembangunan/ perbaikan di Mookervaart perlu disesuaikan.

Hasil analisis Alternatif Trase II kondisi analisa debit saat ini, dan rencana pengembangan dianalisis dengan menggunakan Program HEC-RAS dari alternatif-alternatif tersebut adalah sebagai berikut :
Pada Alternatif II ini saluran Kamal-Mokervart dibuat dengan lebar dasar saluran 27 m di bagian hilir dan ditengah sampai saluran Mokervart selebar 32 m, dengan desain debit Q100 sebesar 243.7 m3/det serta dihulu dari Saluran Mokervart ke Sungai Angke selebar 32 m, dengan desain debit sebesar 189,5 m3/det, dan dianalisis sesuai desain debit saat ini, dengan beberapa tanggul di ruas-ruas tertentu.
Hasil analisa Hec Ras pada kondisi Sungai angke sebelum dan setelah pembangunan Saluran Angke-Kamal Drain ( Cengkareng Drain 2).
Terlihat bahwa pada ruas 140 air meluap ke tebing sebelah kiri dan pada ruas 434 air meluap ke tebing kiri dan kanan, cukup parah kapasitas sungai tidak mencukupi.
Berdasar analisa tersebut terlihat bahwa kondisi Sungai Angke sebagai sumber banjir, sesudah dibangunnya Angke-Kamal Drain (Cengkareng Drain II) dengan trase dan penampang tersebut diatas adalah sebagai berikut :
• Cengkareng Drain II dengan desain lebar dasar saluran 32 m, dari saluran Mookervart ke Sungai Angke, ternyata air tidak melimpas,
• Limpasan di Sungai Angke berkurang cukup banyak, sehingga debit Angke hilir tinggal 50 m3/det.
• Genangan banjir di daerah DKI dapat teratasi namun genangan banjir di daerah Tangerang banten sebagian belum dapat diatasi
• Sudetan Mookervart ke Kamal dengan saluran lebar dasar 27m dihilir dan lebar 32 m dihulunya, hasilnya air tidak melimpas,
• Saluran Mookervart di hulu sudetan agak sedikit melimpas akibat back water pada pertemuan Mokervart dan Angke-Kamal (Cengkareng Drain II)

b) Alternatif Trase III
Skematik sistem trase sudetan III seperti pada gambar dibawah. Skematik sistem Sudetan trase III, tidak banyak berbeda, hanya trase dari Mookervart ke hulu yang semula menyusuri batas DKI, trasenya diluruskan sampai Sungai Angke dengan jarak yang hampir sam, perubahan trase dapat dilihat seperti pada gambar berikut dibawah ini :
Berdasar analisa pada trase III tersebut terlihat bahwa kondisi Sungai Angke sebagai sumber banjir, sesudah dibangunnya Angke-Kamal Drain (Cengkareng Drain II) dengan trase dan penampang yang hampir sama adalah sebagai berikut :
• Cengkareng Drain II dengan desain lebar dasar saluran 32 m, dari saluran Mookervart ke Sungai Angke, ternyata air tidak melimpas,
• Limpasan di Sungai Angke berkurang cukup banyak, sehingga debit Angke hilir tinggal 64.1 m3/det.
• Genangan banjir di daerah Tangerang banten sebagian dapat diatasi
• Saluran Mookervart di hulu sudetan agak sedikit melimpas akibat back water pada pertemuan Mokervart dan Angke-Kamal (Cengkareng Drain II)
Kesimpulan secara menyeluruh untuk pengendalian banjir sistem wilayah barat adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan Cengkareng Drain II dalam jangka pendek diperkirakan sudah dapat mengatasi banjir yang terjadi, dalam jangka panjang perlu alternatif lain yang perlu dikaji.
2. Dengan pembangunan Cengkareng Drain, debit hilir sungai Angke menjadi 50 m3/dt untuk alternatif 2 dan 64 m3/dt untuk alternatif 3, sehingga penurunan banjir dengan pembangunan Cengkareng Drain alternatif 2 akan lebih baik
3. Pembangunan Cengkareng Drain alternatif 2 dibangun di dalam wilayah administrasi DKI sehingga masalah sosial dalam pelaksanaan yang mungkin terjadi akan lebih kecil, namun genangan banjir didaerah Tangerang Banten belum berkurang
4. Alternatif pengendalian banjir Sistem wilayah Barat, dengan Sudetan dari Sungai Angke ke Cisadane melalui trase Pakujaya maupun melalui Trase Ciater Jlentreng, serta alternatif pembangunan Waduk Limo C di Sungai Pesanggrahan atau Waduk Marung Dusun di Sungai Angke perlu dikaji lebih lanjut mengingat dampak sosialnya kemungkinannya lebih berat.

2. Wilayah Tengah
Kabupaten Bogor dan Kota Depok merupakan wilayah yang dialiri Kali Ciliwung, dimana wilayah Kabupaten Bogor berada di daerah hulu sedangkan Kota Depok terletak dibagian tengah aliran sungai. Di bagian hilir Kali Ciliwung mengalir melewati Kota Jakarta sebelum bermuara di lout jawa. Dalam pengalirannya, Kali Ciliwung pada musim kemarau debit airnya kecil sehingga air sungai tidak sampai ke Kota Jakarta yang mengakibatkan debit sungai diruas hilir hanya menerima limpahan atau aliran dasar (base flow) yang kecil. Debit kecil ini tidak cukup menggelontor limbah dan polutan yang masuk ke Kali Ciliwung dad saluran drainase kota. Akibat dad kondisi itu maka pada musim kemarau Kali Ciliwung di bagian hilir menjadi hitam oleh limbah dan berbau.
Namun sebaliknya, pada musim hujan ruas hilir Kali Ciliwung yang melewati Kota Jakarta menerima limpahan debit banjir dan daerah hulu (Bogor dan Depok) yang relatif besar hampir setiap tahun. Hal ini jelas membebani badan sungai di bagian hilir dimana kapasitas pengalirannya dan tahun ke tahun cenderung menurun mengakibatkan muka air banjir melimpas tebing sungai dan terjadilah genangan banjir. Contoh aktual adalah kejadian banjir besar dimana pada saat kejadian banjir diruas hulu dan tengah, yaitu wilayah Bogor dan Depok ketinggian air sungai rata-rata 1,0 – 1,50 m dan tidak menyebabkan banjir di wilayah tersebut.
Dari fenomena alam tersebut diupayakan untuk dapat direkayasa sedemikian sehingga pada musim hujan tidak menimbulkan limpahan air atau banjir di daerah hilir (Jakarta) dan dimusim kemarau daerah hilir masih mendapat suplesi debit air don daerah hulu don tengah Sungai Ciliwung.

1) Rencana Normalisasi Sungai Ciliwung Sejauh 25.42 km dari PA Manggarai
2) Peningkatan Kapasitas Pintu Air Manggarai
Perkiraan debit banjir 100 tahunan K. Ciliwung masuk ke Pintu Air Manggarai sebesar 580 m3/det, sedang kemampuan pintu-pintu air Manggarai mengalirkan debit banjir ke Banjir Kanal Barat hanya sebesar 360 m3/det. Balai Besar Wilayah sungai Ciliwung Cisadane setelah mulai meningkatkan kapasitas Banjir Kanal Barat mulai dari Pintu Air Manggarai ke Pintu Air Karet sebesar 580 m3/det.
Dengan peningkatan kapasitas Banjir Kanal Barat menjadi 580 m3/det maka sebaiknya Pintu Air Manggarai perlu ditingkatkan kapasitasnya menjadi 580 m3/det, untuk rencana ini selayaknya Pintu Air Manggarai ditambah pintu ke Banjir Kanal Barat untuk dapat mengalirkan air banjir sebesar 580 m3/det. Dengan peningkatan kapasitas Manggarai ini sekaligus menyempurnakan pintu-pintu kearah Kali Ciliwung lama dan pintu kearah Kali Surabaya. Untuk Kali Ciliwung lama dan Kali Surabaya pada saat banjir ditutup total dan pintu hanya dipakai untuk aliran pemeliharaan sungai dan penggelontoran.
Dengan ditambahnya pintu air Manggarai dapat mengurangi muka air di PA Manggarai dan di Sungai Ciliwung, seperti terlihat dari hasil running Hec-Ras berikut ini :

Kondisi Existing PA Manggarai Kondisi Setelah
3) Peningkatan Pintu Air Karet
Banjir Kanal Barat mulai dari Bendung Manggarai sedang ditingkatkan dengan melebarkan saluran tersebut untuk menampung debit banjir dari 360 m3/det menjadi 580 m3/det. Dengan meningkatnya kapasitas Kali Banjir Kanal Barat menjadi 580 m3/det maka Bendung Karet juga harus ditinjau kembali. Banjir Kanal Barat sampai di Bendung Karet juga menampung debit banjir dari Kali Krukut. Kali Krukut bermuara dahulu bendung Karet. Untuk menampung debit Banjir Kanal Barat, Kali Krukut, Cideng dan pompa-pompa drainase lain di kanan kiri Banjir Kanal Timur, Bendung Karet perlu ditingkatkan dengan menambah pintu. Pintu ditambah mungkin 2 (dua) buah dan untuk ini perlu kajian lebih lanjut.
Bendung Karet diperlukan karena masih ada pengambilan air untuk air minum Jakarta yang lokasinya ada di Hulu Bendung Karet tersebut, disamping itu Bendung Karet perlu ; dioperasikan untuk memasukkan air ke K. Krukut Hilir guna dipakai untuk pemeliharaan aliran dan kemungkinan diperlukan air K. Krukut Hilir untuk keperluan pemadam kebakaran, sewaktu-waktu diperlukan didaerah tersebut.

Sungai Krukut (Q25 : 163.4 m3/dt)

Peningkatan saluran Banjir Kanal Barat Hilir
Mulai dari Bendung Karet debit banjir masuk ke banjir kanal hilir ditambah beberapa kali lain masuk ke kali angke dan selanjutnya masuk di banjir kanal barat hilir, sehingga debit banjir kanal hilir di muara harus dapat menampung banjir Q 100 = 698,9 m3/det.

4) Rencana Sudetan Sungai Ciliwung ke Banjir Kanal Timur
Kali Ciliwung sebelum Manggarai ke Banjir Kanal Timur secara teknik dapat dilakukan. Maka diusulkan untuk memperpanjang Banjir Kanal Timur 1.6 km kearah Barat melalui Sungai Cipinang sampai ke kali Ciliwung sebagai solusi yang lebih efektif. Perkiraan debit banjir 100 tahunan di Manggarai sebesar 557 m3/det dapat dibagi menjadi 360 m3/det ke Banjir Kanal, diperlukan tambahan pintu pada pintu Manggarai.
Beberapa penyesuaian perlu dilakukan pada perencanaan dan pelaksanaan konstruksi yang sedang berjalan untuk dapat menerima aliran tambahan ini dan penyesuaian itu dapat ditampung didalam pelaksanaan Banjir Kanal Timur rencana garis sempadan yang tersedia. Perbedaan dalam pengaliran debit dari kali Ciliwung ke Banjir Kanal Timur dapat digunakan untuk pengoptimasian dimensi saluran pembawa. Karena itu pembagian aliran kali Ciliwung sebelum Manggarai dapat memberikan hasil optimal.
• Alternatif 1 à dari S. Ciliwung ke hulu Banjir Kanal Timur
• Alternatif 2 à Lokasi di hilir Banjir Kanal Timur, dari S. Ciliwung ke K. Cipinang (antara hulu Banjir Kanal Timur dan Kalimalang)
• Alternatif 3 à Lokasi di hulu Banjir Kanal Timur, dari S. Ciliwung ke Kalimalang
Konsep interkoneksi perlu dikaji kembali karena kapasitas BKT diruas Cipinang (BKT Hulu) saat ini terbatas (Q100=100 m3/dt)

a. Langsung dihubungkan Ke hulu BKT
b. Melalui Sungai Cipinang
Kondisi sungai Ciliwung pada alternatif ini sama dengan pada alternatif 1 (sebelumnya). Yang berbeda yaitu kondisi Sungai Cipinang yang disebabkan oleh pengalihan sebagian debit dari Sungai Ciliwung.
3. Wilayah Timur
Dengan dilaksanakannya Banjir Kanal Timur, memotong sungai-sungai kecil antara lain :
• Sungai Cipinang
• Sungai Sunter
• Sungai Buaran
• Sungai Jati Kramat
• Sungai Cakung
Dengan terpotongnya sungai-sungai tersebut, dihilir Banjir Kanal Timur perlu ditata kembali. Sungai Cipinang bersatu dengan Sungai Sunter, untuk ini pada Sungai Sunter perlu dibangun semua rencana Waduk Sunter. Waduk Sunter I dan Sunter III sudah dibangun, perlu dibangun lagi Waduk Sunter II untuk menampung drainase didaerah sekitarnya.
Sedang K. Buaran, K. Jatikramat don K. Cakung ditingkatkan dengan merehabilitasi kali-kali tersebut dan juga masih diperlukan pembangunan waduk untuk mengatasi masalah drainase setempat, antara lain Waduk Marunda yang lokasinya masih memungkinkan dibangun dalam waktu dekat karena masih jarang penduduk tinggal di daerah tersebut.
Cakung Drain perlu ditingkatkan untuk menampung air banjir di daerah sekitarnya.
Apabila sudetan dan S. Ciliwung ke Banjir Timur akan dilaksanakan maka diperlukan analisa lebih lanjut dan persiapan K. Cipinang bila alternatif lewat Cipinang yang dipakai.

Hasil Analisa HEC-RAS :
Normalisasi Sungai Sunter (outlet BKT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar