Cari di Website Ini

Kamis, 11 Agustus 2011

Kuliah Umum : Manajemen Dampak Resiko Bencana Alam Berbasis Data Geospasial


Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yan benar). (QS Ar Rum :30-41). Demikian adalah sepenggal ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bencana alam yang diakibatkan oleh manusia. Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, utilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.


Atas dasar kepedulian terhadap perlunya tindakan mitigasi terhadap bencana alam di Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik berkerjasama dengan LAPAN (Lembaga Antariksa dam Penerbangan Nasional) menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema “Manajemen Dampak Resiko Bencana Alam Berbasis Data Geospasial”. Dr. Wiweka Hartojo selaku peneliti utama dari LAPAN dan Ir. Mohammad Agung Ridlo, MT selaku Ketua Jurusan Planologi Fakultas Teknik Unissula menjadi pembicara dalam kuliah umum yang diselenggarakan pada Kamis, (9/6)

Kuliah umum dibuka oleh Dekan Fakultas Teknik, Ir. H. Kartono Wibowo, MM, MT, lalu dilanjutkan sesi pertama dengan Bapak Ir. Mohammad Agung Ridlo sebagai pembicara. Dalam kesempatan ini beliau memaparkan makalah yang berjudul “Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana”. Beliau menyebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan dalam proses perencanaan, proses tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian untuk mewujudkan penatan ruang berkelanjutan, maka dalam penyusunan Rencana Tata Ruang selain harus melibatkan dan memperhatikan kebutuhan masyarakat juga harus mempertimbangkan ketersediaan sumber daya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Rencana Tata Ruang harus berlandaskan pada paradigma pembangunan berkelanjutan dan mengandung tiga prinsip utama yakni prinsip ekologis, prinsip sosial serta prinsip ekonomi dengan pengelolaan secara terpadu, holistik mencakup keterpaduan antar sektor, antar wilayah, antar disiplin ilmu dan keterpaduan antar para pihak yang berkepentingan (Stakeholder). Beliau menyimpulkan bahwa peranan tata ruang sebagai alat mitigasi bencana pada prinsipnya adalah menetapkan tingkat resiko yang dapat diterima oleh seluruh stakeholders.

Pada sesi kedua, Dr. Wiweka selaku peneliti utama dari LAPAN memaparkan tentang “Aksepsibilitas Penginderaan Jauh dalam Ranah Meminimalisasi Dampak Resiko Bencana Alam”. Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau fenomena (geofisik) di permukaan bumi melalui perolehan data dengan alat yg dipasang pada satelit, pesawat udara, dll tanpa kontak langsung dengan objek, dan dilanjutkan dengan interpretasi citra. Dr. Wiweka menjelaskan bahwa melalui penginderaan jauh, dapat ditentukan atau di zonasikan daerah-daerah dengan tingkat kerawanan tertentu, dapat pula memprediksi kapan bencana seperti tanah longsor dan banjir akan terjadi. Hasil analisa data citra satelit merupakan suatu sistem peringatan dini akan terjadinya bencana, serta merupakan rekomendasi kepada pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam membuat kebijakan pengembangan wilayah. Jadi teknologi ini mempunyai peranan penting dalam aspek pengembangan suatu wilayah untuk memitigasi daerah rawan bencana.

Kiki Dwi Jayanto selaku Presiden BEM FT memaparkan bahwa sebagai mahasiswa seharusnya bisa mengetahui upaya untuk mengurangi atau meredam resiko dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Sehingga kuliah umum yang diselenggarakan oleh Departemen Kajian Ilmiah dan Strategis BEM FT tersebut bisa membuka wawasan para mahasiswa tentang mitigasi bencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar